Sponsor

Cadar: Budaya atau Ibadah (?)


Mohon dibaca sampe habis sebelum berkomentar, thank you.

Saya di sini ga bermaksud menggurui, atau merasa ilmu saya lebih; atau merasa yang paling benar. Saya juga ga minta semua orang pro dengan tulisan ini⸺jujur, tulisan ini dibuat karena saya gerah ngeliat orang-orang zaman sekarang yang sangat sentimental dengan suka nyinyirin orang-orang bercadar.

Beberapa wanita yang memakai cadar, semata-mata karena melakukan hal yang disepakati mayoritas ulama sebagai ibadah, dan termasuk menutup aurat⸺BUKAN IKUT-IKUTAN TRADISI ORANG ARAB. Jadi, stop bilang, “gA mEngHargai aDat IndO, ikut TraDisi oRang Arab aJA itumAh,” atau “Ini Indo, buKAn Arab,” dll.

Apa dalil yang mendasari tentang hal ini? Ada banyak dalil tentang cadar, baik Al-Qur’an dan hadits. Para ulama berbeda pendapat dalam penafsirannya.

Dalil pertama:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Ahzab/33:59)
Imam Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan:
ثم اختلف أهل التأويل في صفة الإدناء الذي أمرهن الله به فقال بعضهم: هو أن يغطين وجوههن ورءوسهن فلا يبدين منهن إلا عينا واحدة
“Para ulama tafsir khilaf mengenai sifat menjulurkan jilbab yang diperintahkan Allah dalam ayat ini. Sebagian mereka mengatakan: ‘yaitu dengan menutup wajah-wajah mereka dan kepala-kepala mereka, dan tidak ditampakkan apa-apa kecuali hanya satu mata saja.’“[1]
Silakan buka buku tafsir mana pun tentang ayat ini, banyak perbedaan tafsir⸺tapi pasti ada salah satu yang berpendapat bahwa ayat ini juga mencakup tentang pemakaian cadar, dan tidak ada kesepakatan ulama yang menentang tafsir ini sehingga cukup untuk dijadikan dalil cadar.

Dalil kedua:

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“dan janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya” (QS. An-Nur/24:31).
Para ulama khilaf dalam memaknai ayat إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا (kecuali yang (biasa) nampak daripadanya). Namun Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu memaknai ayat ini bahwa wanita tidak boleh menampakkan kecuali pakaiannya saja.
عن عبد الله، أنه قال: (وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا) : قال: هي الثياب
“Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata tentang ayat: ‘dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya,’ maksudnya: kecuali pakaiannya“[2]
Demikian juga penafsiran dari Ibrahim An Nakha’i dan Al Hasan Al Bashri rahimahumullah. Maka ayat ini pun menujukkan bahwa WAJAH PUN DITUTUP OLEH PAKAIAN.

Para ulama juga bersepakat bahwa tidak menentang/mengingkari tafsir dari Ibnu Mas’ud radiallahu’anhu tentang ayat ini. Karena, Ibnu Mas’ud merupakan sahabat nabi yang memiliki banyak keutamaan, termasuk ahli tafsir dan seorang pemegang rahasia Rasulullah ﷺ, dan seorang penghafal dan pengajar Al-Qur’an.

Dalil ketiga:
Allah Ta’ala berfirman:

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka (para wanita) menjulurkan kain jilbab ke dada mereka” (QS. An Nuur/24:31).
Dalam Shahih Bukhari, disebutkan hadits dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu’anha, beliau mengatakan:
لمَّا نزلت ْهذه الآيةُ : { وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ } . أخذْنَ أزُرَهنَّ فشَقَقْنَها من قِبَلِ الحَوَاشِي ، فاخْتَمَرْنَ بها

“Ketika turun ayat :

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
para wanita shahabiyah mengambil kain-kain mereka, kemudian mereka merobeknya dari ujung-ujungnya dan ber-khimar dengannya.”(HR. Al Bukhari no.4759)
Sekarang kita bahas perbedaan empat mazhab tentang hukum cadar ini.

1. Mazhab Hanafi:
Mereka berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, dan hukum memakai cadar adalah sunnah⸺dianjurkan. Dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah jika tidak memakainya.

  • Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
  • Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
  • Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
  • Al Allamah Ibnu Abidin berkata:

تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
2. Mazhab Maliki:
Mereka yang berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, dan hukum memakainya adalagh sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika khawatir dapat menimbulkan fitnah. Bahkan, sebagian ulama mazhab ini berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.

  • Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
  • Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
  • Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
  • Al Hathab berkata:

واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)
3. Mazhab Syafi’i:
Mereka berkata bahwa aurat wanita di depan lelaki yang bukan mahromnya adalah seluruh tubuh, sehingga hukum memakai cadar adalah WAJIB di depan lelaki yang bukan mahrom.

  • Asy Syarwani berkata:

إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
  • Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:

غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
  • Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)
  • Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
4. Mazhab Hanbali:
Mereka juga berpendapat bahwa menutup wajah hukumnya WAJIB, dan seluruh tubuh wanita adalah aurat.

  • Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
  • Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:

وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)

  • Ibnu Muflih berkata:

« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)
  • Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
Jadi, in syaa Allah dapat dipahami yah? Bahwa beberapa orang memakai cadar bukan karena ikut-ikutan tradisi orang Arab. Tapi, memang karena berdasarkan dalil yang sesuai dan itu merupakan ibadah. Bahkan, orang Arab dulu tradisinya adalah mengumbar aurat. Apa buktinya?
  • ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (An Nuur/24:31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.

“Mereka merobek selimut mereka lalu berkerudung dengan selimut itu.” Di sini kita bisa pahami, kalau sebelumnya wanita-wanita Arab pakaiannya tidak menutup aurat sampai turun ayat tentang menutup aurat, dan mereka langsung buru-buru merobek selimut mereka karena ingin langsung melaksanakan perintah Allah. Bahkan, tradisi mereka pada zaman jahiliyah adalah thawaf di ka’bah dengan telanjang/tidak memakai baju. Jadi, dari awal bercadar bukanlah tradisi Arab; bukan juga ciri khas kelompok ekstrimis; atau hanya biar ke-Arab-araban. Okey?

Dikira pake cadar ga butuh struggle+mental yang kuat? Gimana ribetnya awal-awal make cadar, kalo makan mesti cari tempat yang enak biar makannya leluasa⸺ga kotor cadarnya. Gimana ngadepin tatapan aneh+sinis dari orang-orang; gimana tatapan seakan-akan jadi orang jahat tiap usaha senyum ke orang asing.

Kalau ada yang pakai bikini, kalian bilang:
“yA udAh Sih ga Usah NguRusIn paAKaian oRanG LaiN,” atau “don’t judge bo0k by it’s CoVer.”
Giliran orang bercadar berusaha nutup aurat:
“HalaaAh sOk iKut traDisi Arab,” atau “iH eKStrim banget Sih, ga uSah lebAy ah kAlau bEragaMa.”

DOUBLE STANDARD AT IT’S FINEST

Ya kalau kalian bilang jangan urusi pakaian orang lain, YA GAUSAH NGURUS PAKAIAN ORANG YANG CADARAN JUGA KALI. Suka-suka mereka lah; mau cadaran kek; mau kerudungan kek⸺emang situ bayar pakaian mereka? Dikira semua yang make cadar ISIS, or ALIRAN EKSTRIM? Hadeh gampang banget judge orang.

Giliran rok pendek, pakai bikini, ga boleh di-judge; giliran orang cadaran, boleh di-judge. Itu tuh yang dinamain open minded (?) Agar apa⸺terlihat edgy? Kalian ga terlihat edgy atau open minded sama sekali dengan kayak gitu. Open minded kok berat sebelah.

Open minded di Indonesia berlaku kalo hal-hal dosa dijadikan hal biasa; tapi orang-orang yang berusaha menjalankan perintah Islam, dinyinyirin abis-abisan; dijadiin bahan tubir sana-sini.

Kok aneh; cara orang beragama berbeda-beda, selama ga merugikan lo, kenapa mesti diusik sih? Kenapa mesti dikomentarin?

“TaPi yang gUe liAt oRang-OraNg cadaran iNi aNeh dEh.” Ya makanya, u jangan lihat satu atau dua orang terus digeneralisir. MAEN YANG JAUH GIH, temen-temen gue yang cadaran baik-baik; ga pernah ghibahin orang; gapernah judge orang; temenan sama siapa pun; bahkan sama non-muslim, so? Jadi, stop ya urusin nyinyir, sinis, sama orang-orang cadaran⸺at least, mereka berusahan menjalankan perintah agama sesuai dengan pandangan mereka.

Apakah dengan cadaran, mereka pantas dapat nyinyiran+tatapan sinis?
Mereka tetap manusia biasa, hanya saja mereka menutup wajah mereka. That’s it.


O iya, pembahasan mengenai soal hukum cadar ini sangatlah luas. Banyak banget kitab-kitab yang membahas tentang cadar ini. Jadi, di sini saya hanya membahas sedikit agar bisa jadi tambahan wawasan. Dan mengenai pendapat-pendapat ulama yang saya kutip, bisa dibaca lebih lanjut lewat tautan berikut: https://muslim.or.id/6207-hukum-memakai-cadar-dalam-pandangan-4-madzhab.html


Satu lagi, jika menemukan perbuatan dan kelakuan yang kurang mengenakkan dari orang-orang bercadar ini, seperti menasehati dengan cara mengenakkan hati, atau suka nyalahin orang; suka ngafirin orang; pelaku ngebom, dll. Tolong salahkan orangnya; salahkan oknumnya⸺pakaiannya tidak salah.

Jujur, saya sendiri menyesali perbuatan orang-orang bercadar yang malah mencoreng nama baik Islam ini; Islam sama sekali tidak mengajarkan itu.; Islam mengajarkan adab menasehati yang baik, tidak asal mengkafirkan orang lain, dll. Sekali lagi, tolong tegur orangnya, tanpa menyalahkan pakaiannya.

Alhamdulillah lingkungan saya banyak yang bercadar, teman-teman saya juga. Tapi ga ada satu pun yang melakukan hal-hal yang melenceng seperti tadi. Jadi, kalau menemukan orang-orang bercadar seperti itu, tegur langsung, bahwa Islam TIDAK sekeras itu. Makasih banyak.

Pun juga saya tegaskan di sini, bahwa cadar itu disepakati mayoritas ulama sebagai ajaran Islam, bukan budaya. Untuk pemakaiannya, tidak ada paksaan. Berhubung banyaknya pendapat ulama: Ada yang sunnah, dan ada pula yang berpendapat wajib. Maka, pemakaiannya kembali pada masing-masing orang. Boleh dipakai; boleh tidak.

Saya ga minta siapa pun setuju dengan ini. Saya hanya mau menegaskan agar membebaskan siapa pun dalam beragama. Entah dia memakai cadar, kerudung panjang, dll. Sama-sama masih manusia kok. Yang penting saling menghargai aja⸺jangan dinyinyirin atau apa. Have a nice day!

Endnote:
[1] Tafsir Ath-Thabari, 20/324
[2] Tafsir Ath-Thabari 19/156
Share on Google Plus

About Lilaccountz

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar